Ketika Teman-Teman Punya Pekerjaan Hebat dan Aku Masih Pengangguran
Hari ini tepatnya 1,5 tahun aku diwisuda, dan sekarang saatnya temu kangen dengan teman-teman akrabku atau bisa dipanggil dengan besties. Wina, Susi, Feri dan Puteri, mereka adalah sahabat-sahabatku sewaktu duduk di bangku kuliah. Wina sekarang sudah bekerja di kantor pemda, Susi bekerja di bagian administrasi perusahaan swasta bergengsi, Feri meneruskan usaha ayahnya bidang pertanian dan perikanan, dan Puteri menjadi ibu rumah tangga sekaligus memiliki home industry. Mereka hebat-hebat bukan?
Memang dari dulu kami bersepakat untuk menjadi sosialita, tapi sayang sekali, aku sampai saat ini masih menyandang status “pengangguran”. Padahal, dibanding sahabat-sahabatku dulu, akulah yang paling menonjol di bidang akademik, aku yang paling sering membuatkan tugas untuk mereka dan aku yang paling rajin masuk kelas.
Antara senang dan malu bercampur. Senang akhirnya bisa berkumpul kembali, dan malu karena statusku yang sampai saat ini masih belum mempunyai pekerjaan tetap. Perasaan takut di-bully pun muncul sejenak di pikiranku. Ah sudahlah.. aku akan tanggung risikonya. Yang penting adalah niat untuk bersilaturrahmi.
Akhirnya kami pun berkumpul di sebuah kafe. Canda tawapun dimulai. Suasana akrab dan nostalgia selama kuliah pun terasa. 1 jam berlalu, dan dimulailah bullying yang sudah kuprediksi sebelumnya. Feri melontarkan ejekannya untuk sang “Sarjana pengangguran”. Wina, Susi dan Puteri pun menambahi. “Hey hey.. kasian nih pengangguran”, “Wah beda ya, belum modis kalau masih pake duit orangtua”, “Enggak bosen apa nganggur di rumah terus”, ”Udah jomblo, nganggur lagi”.
Begitulah guyonan mereka terhadapku. Sempat tersinggung, tapi niat mereka cuma membuat lelucon agar suasana lebih hangat kok. Mendengar kalimat-kalimat mereka, aku tidak bisa tinggal diam, karena aku tidak sepenuhnya menganggur begitu saja. Aku jelaskan apa sebenarnya pekerjaanku selama dicap sebagai pengangguran.
Wina jam berapa kamu bangun pagi?” tanyaku kepada Wina
“Jam setengah 6, kadang jam setengah 7 kalau kesiangan,” jawab Wina
“Feri, seberapa sering kamu melakukan salat duha dan tahajud?”
“Yah boro-boro, neng, waktu duha sibuk kerja, tahajud udah ngantuk karena siangnya lelah bekerja,” jawab Feri.
“Kalian tidak tahu kan betapa seringnya saya berdoa selama 1,5 tahun ini demi sebuah harapan yang belum juga datang? Waktu sepertiga malam aku bangun untuk berdoa, setelah itu membaca ayat suci hingga adzan subuh terdengar. Salat 5 waktu di waktu awal, waktu duha aku berdoa lagi. merasa sayang sekali rasanya jika aku meninggalkan waktu-waktu utama untuk berdoa. Inilah kehidupanku pasca wisuda, sebelumnya mana pernah aku setaat itu kepada Sang Pencipta. Dan mungkin tidak bisa kalian lakukan karena jadwal kalian sangat padat,”.
“Wina, Susi, Feri dan Puteri Tersayang, Tuhan telah memberikan rezeki untuk setiap makhluknya dengan jalan yang berbeda-beda. Kita tugasnya untuk mengejarnya. Kalau kalian baru mengejar sebentar saja sudah dapat, maka memang jalan kalian seperti itu. Tapi jalanku berbeda, kawan. Mungkin penilaian Tuhan, aku lebih sabar dari kalian. Dan masa pengejaran ini masih berlangsung. Tapi kalian tidak tahu kan bahkan saya yang kalian jugde sebagai pengangguran ini lebih sibuk dari kalian. Bukan soal pekerjaan duniawi, tapi aku sibuk berdoa setiap hari bahkan setiap detik karena masih mengharapkan keinginan yang belum Tuhan kabulkan,"
"Walaupun aku belum bisa bersedekah dengan uang, aku bisa bersedekah dengan sibuk mencari orang yang butuh bantuan untuk aku tolong. Misalnya, aku sempat menjaga keponakanku diopname saat semua orang rumah sibuk dengan pekerjaannya, membantu pekerjaan rumah ibu setiap hari, mengurus administrasi pendaftaran kuliah adikku, dan sebagainya. Dari hal-hal kecil seperti itu secara tidak sadar aku telah menabung pahala,”.
Intinya, setiap perjalanan manusia memang berbeda. Bukan berarti sukses adalah mereka yang sudah memiliki jabatan dan status. Mereka boleh saja dianggap hebat oleh manusia, tetapi belum tentu di mata sang pencipta. Tuhan menuliskan perjalanan hidup yang sangat menarik untuk kita. Maka, Nikmatilah!
Beri usaha terbaik yang bisa Anda lakukan, lalu serahkan hasilnya pada Tuhan. Maka percayalah, ada buah manis yang kelak akan Anda nikmati.
Memang dari dulu kami bersepakat untuk menjadi sosialita, tapi sayang sekali, aku sampai saat ini masih menyandang status “pengangguran”. Padahal, dibanding sahabat-sahabatku dulu, akulah yang paling menonjol di bidang akademik, aku yang paling sering membuatkan tugas untuk mereka dan aku yang paling rajin masuk kelas.
Antara senang dan malu bercampur. Senang akhirnya bisa berkumpul kembali, dan malu karena statusku yang sampai saat ini masih belum mempunyai pekerjaan tetap. Perasaan takut di-bully pun muncul sejenak di pikiranku. Ah sudahlah.. aku akan tanggung risikonya. Yang penting adalah niat untuk bersilaturrahmi.
Akhirnya kami pun berkumpul di sebuah kafe. Canda tawapun dimulai. Suasana akrab dan nostalgia selama kuliah pun terasa. 1 jam berlalu, dan dimulailah bullying yang sudah kuprediksi sebelumnya. Feri melontarkan ejekannya untuk sang “Sarjana pengangguran”. Wina, Susi dan Puteri pun menambahi. “Hey hey.. kasian nih pengangguran”, “Wah beda ya, belum modis kalau masih pake duit orangtua”, “Enggak bosen apa nganggur di rumah terus”, ”Udah jomblo, nganggur lagi”.
Begitulah guyonan mereka terhadapku. Sempat tersinggung, tapi niat mereka cuma membuat lelucon agar suasana lebih hangat kok. Mendengar kalimat-kalimat mereka, aku tidak bisa tinggal diam, karena aku tidak sepenuhnya menganggur begitu saja. Aku jelaskan apa sebenarnya pekerjaanku selama dicap sebagai pengangguran.
Wina jam berapa kamu bangun pagi?” tanyaku kepada Wina
“Jam setengah 6, kadang jam setengah 7 kalau kesiangan,” jawab Wina
“Feri, seberapa sering kamu melakukan salat duha dan tahajud?”
“Yah boro-boro, neng, waktu duha sibuk kerja, tahajud udah ngantuk karena siangnya lelah bekerja,” jawab Feri.
“Kalian tidak tahu kan betapa seringnya saya berdoa selama 1,5 tahun ini demi sebuah harapan yang belum juga datang? Waktu sepertiga malam aku bangun untuk berdoa, setelah itu membaca ayat suci hingga adzan subuh terdengar. Salat 5 waktu di waktu awal, waktu duha aku berdoa lagi. merasa sayang sekali rasanya jika aku meninggalkan waktu-waktu utama untuk berdoa. Inilah kehidupanku pasca wisuda, sebelumnya mana pernah aku setaat itu kepada Sang Pencipta. Dan mungkin tidak bisa kalian lakukan karena jadwal kalian sangat padat,”.
“Wina, Susi, Feri dan Puteri Tersayang, Tuhan telah memberikan rezeki untuk setiap makhluknya dengan jalan yang berbeda-beda. Kita tugasnya untuk mengejarnya. Kalau kalian baru mengejar sebentar saja sudah dapat, maka memang jalan kalian seperti itu. Tapi jalanku berbeda, kawan. Mungkin penilaian Tuhan, aku lebih sabar dari kalian. Dan masa pengejaran ini masih berlangsung. Tapi kalian tidak tahu kan bahkan saya yang kalian jugde sebagai pengangguran ini lebih sibuk dari kalian. Bukan soal pekerjaan duniawi, tapi aku sibuk berdoa setiap hari bahkan setiap detik karena masih mengharapkan keinginan yang belum Tuhan kabulkan,"
"Walaupun aku belum bisa bersedekah dengan uang, aku bisa bersedekah dengan sibuk mencari orang yang butuh bantuan untuk aku tolong. Misalnya, aku sempat menjaga keponakanku diopname saat semua orang rumah sibuk dengan pekerjaannya, membantu pekerjaan rumah ibu setiap hari, mengurus administrasi pendaftaran kuliah adikku, dan sebagainya. Dari hal-hal kecil seperti itu secara tidak sadar aku telah menabung pahala,”.
Intinya, setiap perjalanan manusia memang berbeda. Bukan berarti sukses adalah mereka yang sudah memiliki jabatan dan status. Mereka boleh saja dianggap hebat oleh manusia, tetapi belum tentu di mata sang pencipta. Tuhan menuliskan perjalanan hidup yang sangat menarik untuk kita. Maka, Nikmatilah!
Beri usaha terbaik yang bisa Anda lakukan, lalu serahkan hasilnya pada Tuhan. Maka percayalah, ada buah manis yang kelak akan Anda nikmati.